Sunday 24 May 2015

Perkawinan dan Perkawinan Campuran



Perkawinan dan Perkawinan Campuran dapat di download disini
a.      Pengertian Tentang Perkawinan
Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat dalam mendapatkan keturunan. Yang dimaksud dengan perkawinan dalam Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 adalah ”Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Subekti mengartikan bahwa perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama[1]. Sementara menurut Dr. Wirjono menyatakan perkawinan adalah Hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam peraturan perkawinan[2].
Perkawinan juga dapat dilihat dari tiga segi pandangan, yaitu:
1)      Perkawinan dilihat dari segi hukum, perkawinan itu merupakan suatu perjanjian yang sangat kuat. Juga dapat dikemukakan sebagai alasan untuk mengatakan perkawinan itu merupakan suatu perjanjian ialah karena adanya:
a)    Cara mengadakan ikatan perkawinan telah diatur terlebih dahulu yaitu dengan aqad nikah dan dengan rukun dan syarat tertentu.
b)    Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga telah diatur sebelumnya yaitu dengan prosedur talaq, kemungkinan fasakh, syiqaq dan sebagainya.
2)      Segi Sosial dari suatu perkawinan. Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum, ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.
3)      Pandangan suatu perkawinan dari segi agama suatu segi yang sangat penting. Dalam agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci. Upacara perkawinan adalah upacara yang suci, yang kedua pihak dihubungkan menjadi pasangan suami istri atau saling menjadi pasangan hidupnya dengan mempergunakan nama Allah[3].
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, ditentukan prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan dan segala yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
1)      Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing- masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
2)      Sahnya Perkawinan.
Suatu perkawinan dalam Undang-Undang ini dinyatakan sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan tersebut, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. Pencatatan tiap tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam suratsurat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
3)      Asas Monogami
Undang-Undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan.
4)      Prinsip Perkawinan
Undang-Undang ini menganut prinsip bahwa calon suami istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.
5)      Mempersulit Terjadinya Perceraian
Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan.
6)      Hak dan Kedudukan Isteri
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
7)      Jaminan Kepastian Hukum
Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah. Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal Undang-Undang ini tidak mengatur, dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.


[1] Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata,  Intermasa, Jakarta, hal 23
[2] Soedharyo Soimin. 1992. Hukum Orang dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta, hal 3
[3] Sayuti Thalib. 2009. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia,  hal 47

No comments:

Post a Comment