Saturday 6 June 2015

Bab 2 Skripsi Ekonomi Pengaruh Insentif terhadap Lingkungan Kerja



BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Insentif
2.1.1.1 Pengertian insentif
Insentif adalah suatu sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan sebagai suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk meningkatkan produktifitas kerjanya dalam organisasi (Gorda (2004:141)).
Menurut Manulang (2003:147), menyatakan insentif merupakan sarana memotivasi dan menimbulkan dorongan. Dari definisi tersebut insentif dapat diartikan sebagai berikut: insentif adalah variabel penghargaan yang diberikan kepada individu dalam suatu kelompok yang diketahui berdasarkan perbedaan dalam mencapai hasil kerja, hal ini dirancang untuk memberikan rangsangan atau memotivasi karyawan berusaha meningkatkan produktifitas kerjanya.
Ada beberapa pengertian insentif yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yang dikemukakan oleh Harsono (1983:128), bahwa insentif adalah setiap sistem kompensasi dimana jumlah yang diberikan tergantung dari hasil yang dicapai yang berarti menawarkan suatu insentif kepada pekerja untuk mencapai hasil yang lebih baik. Sementara itu Heidjrachman dan Suad Husnan (1992:161) mengemukakan bahwa pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda. Jadi dua orang karyawan yang mempunyai jabatan yang sama bisa menerima upah yang berbeda di karenakan prestasi kerja yang berbeda. Disamping itu ada pendapat dari ahli lain tentang pengertian insentif, insentif sebagai sarana motivasi dapat diberikan batasan perangsangan ataupun pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi (Sarwoto (1983:144)).
Menurut Hasibuan (2001:117) mengemukakan bahwa, Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya diatas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi. Sedangkan menurut Pangabean (2002:77), Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena prestasi melebihi standar yang ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa uang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat lagi, maka mereka yang produktif lebih menyukai gajinya dibayarkan berdasarkan hasil kerja.
Menurut Mangkunegara (2002:89) mengemukakan bahwa, insentif adalah suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang atas dasar kinerja yang tinggi dan juga merupakan rasa pengakuan dari pihak organisasi terhadap kinerja karyawan dan kontribusi terhadap organisasi (perusahaan). Begitu pula menurut Handoko (2002:176), insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar - standar yang telah ditetapkan.
Jadi pada dasarnya jumlah insentif merupakan suatu bentuk kompensasi yang diberikan kepada karyawan yang jumlahnya tergantung dari hasil yang dicapai baik berupa finansial maupun non finansial. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat dan lebih baik sehingga prestasi dapat meningkat yang pada ahkirnya tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut pendapat - pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar  dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat menambah kemauan kerja dan motivasi seorang karyawan agar terciptanya suatu kinerja yang berkualitas sesuai dengan tujuan perusahaan.
2.1.1.2 Jenis – jenis insentif
            Menurut Sarwoto (2001:155), insentif dibedakan menjadi dua golongan, kedua jenis insentif tersebut adalah :
1. Insentif Finansial
Insentif financial antara lain : Uang dan barang. Insentif yang berbentuk uang dan barang dapat diberikan dalam berbagai macam, antara lain:
a. Bonus
Uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dalam perusahaan yang menggunakan sistem insentif lazimnya beberapa persen dari laba yang melebihi jumlah tertentu dimasukkan ke dalam sebuah dana dan kemudian jumlah tersebut dibagi-bagi antara pihak yang akan diberikan bonus.
b. Komisi
Merupakan sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak bagian penjualan yang mengahasilkan penjualan yang baik
c. Profit Sharing
Salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya dapat diikuti bersama-sama pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran berupa sebagian dari hasil laba yang disetorkan ke dalam setiap peserta.
d. Jaminan Sosial
Insentif yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial lazimnya diberikan secara kolektif, tidak ada unsur kompetitif dan setiap karyawan dapat memperolehnya secara rata-rata dan otomatis. Bentuk jaminan sosial adalah
sebagai berikut :
1. Pemberian rumah dinas
2. Pengobatan secara Cuma-Cuma
3. Kemungkinan untuk pembayaran secara angsuran oleh pekerja atas barang-barang yang dibelinya dari koperasi organisasi.
4. Cuti sakit
5. Biaya pindah

2. Insentif Non Finansial
Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk :
a. Pemberian gelar secara resmi
b. Pemberian tanda jasa
c. Pemberian piagam penghargaan
d. Pemberian kenaikan pangkat atau jabatan
Kedua bentuk insentif tersebut sama pentingnya dan digunakan untuk saling melengkapi, tergantung kondisi dan kebutuhan. Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja karyawan, sehingga karyawan akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga instansi dan karyawan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju kemajuan perusahaan.
2.1.1.3 Tujuan pemberian insentif
            Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yaitu :
1. Bagi perusahaan :
a)      Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.
b)      Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja karyawan yang ditunjukan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c)      Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi karyawan :
a)      Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran diluar gaji pokok.
b)      Meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.

2.1.2  Lingkungan Kerja
2.1.2.1 Pengertian lingkungan kerja
            Lingkungan kerja merupakan faktor yang sangat penting di dalam perusahaan. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung adanya tingkat produktivitas kerja yang tinggi, sehingga akan dapat meningkatkan produktivitas dari perusahaan yang bersangkutan. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan akan dapat menimbulkan rasa bergairah dalam bekerja sehingga terhindar dari rasa bosan dan lelah. Jika lingkungan kerja tidak dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka dapat menimbulkan kebosanan dan kelelahan sehingga akan menurunkan kegairahan kerja karyawan yang akhirnya karyawan tidak melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian lingkungan kerja.
Menurut A.S. Munandar (2004:288), lingkungan kerja merupakan lingkungan kerja fisik dan sosial yang meliputi : kondisi fisik, ruang, tempat, peralatan kerja, jenis pekerjaan, atasan, rekan kerja, bawahan, orang diluar perusahaan, budaya perusahaan, kebijakan dan peraturan – peraturan perusahaan. Agus Tulus (2002:109) mengemukakan bahwa, lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan yang dapat berpengaruh dalam melaksanakan tugas – tugas yang telah di bebankan oleh perusahan. Sedarmayati (2001:11), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
            Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan suatu kondisi dimana para karyawan bekerja, baik menyangkut aspek fisik, maupun yang menyangkut aspek sosial dalam suatu perusahan atau organisasi yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya sehari – hari.
2.1.2.2 Aspek – aspek lingkungan kerja
Perancangan lingkungan kerja yang kondusif merupakan suatu hal yang  sangat penting untuk dilakukan perusahaan. Menurut Darmodiharjo (2005:44), lingkungan kerja yang kondusif harus memenuhi syarat 5k, yaitu :
1. Keamanan
Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan akan mendorong semangat kerja karyawan. Dalam hal ini keamanan yang dimaksud adalah keamanan terhadap milik pribadi dari karyawan serta keamanan atas pribadi mereka, karena keamanan dan keselamatan diri pribadi adalah hal yang sangat penting.
2. Kebersihan
Perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, sebab selain hal ini mempengaruhi kesehatan, maka dengan lingkungan kerja yang bersih akan dapat mempengaruhi kesehatan dan kejiwaan seseorang. Bagi seseorang yang normal lingkungan kerja yang bersih pasti akan menimbulkan rasa senang. Rasa senang ini akan dapat mempengaruhi seseorang untuk bekerja labih bersemangat dan lebih bergairah.
3. Ketertiban
Setiap pemimpin dan karyawan mempunyai aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, untuk ketertiban menjalankan tugas-tugas, tanggung jawab yang telah diembankan kepada pemimpin dan karyawan.
4. Keindahan
Untuk ruang kerja hendaknya dipilihkan warna-warna yang diinginkan atau lembut. Warna dan komposisinya perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena komposisi warna yang salah akan dapat mengganggu pemandangan dan menimbulkan rasa tidak atau kurang menyenangkan. Hal ini dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja para karyawan. Ruang kerja yang baik harus dapat menempatkan barang-barang dengan rapih dan mempunyai space untuk pergerakan yang mudah dari satu bagian ke bagian lain.
5. Kekeluargaan
Interaksi antara karyawan dengan karyawan, pemimpin dengan pemimpin, dan pemimpin dengan karyawan secara terbuka dapat menimbulkan rasa kekeluargaan sehingga tercipta keterbukaan dalam masalah kerja dan menciptakan kerja yang berkualitas.
Sementara itu, syarat – syarat lingkungan kerja yang kondusif secara lebih terinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Lingkungan Kerja yang Menyangkut Segi fisik
a. Keadaan bangunan, gedung atau tempat kerja yang menarik dan menjamin keselamatan kerja para karyawan. Termasuk didalamnya ruang kerja yang nyaman, dan mampu memberikan ruang gerak yang cukup bagi para karyawan, serta mengatur ventilasi yang baik sehingga karyawan bebas bekerja.
b. Tersedianya beberapa fasilitas, seperti: peralatan kerja yang cukup memadai, tersedianya  tempat – tempat rekreasi, tempat istirahat, tempat ibadah, dan sebagainya.
c. Letak gedung dan tempat kerja yang strategis sehingga mudah dijangkau dari segala penjuru dengan kendaraan umum.
2. Lingkungan Kerja yang Menyangkut Segi psikis
a. Adanya perasaan aman dari para karyawan dalam menjalankan tugasnya, yang meliputi : rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugas, merasa aman dari pihak yang sewenang – wenang, serta rasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling curiga mencurigai diantara para karyawan.
b. Adanya loyalitas yang bersifat dua dimensi, yaitu loyalitas yang bersifat vertical ( antara bawahan dengan pimpinan ) dan loyalitas yang bersifat horizontal ( antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara karyawan dan karyawan yang setingkat )
c. Adanya perasaan puas dikalangan para karyawan. Perasaan puas tersebut akan terwujud pabila karyawan merasa kebutuhannya telah terpenuhi.
Beberapa hal diatas merupakan persyaratan lingkungan kerja yang kondusif, yaitu suatu kondisi lingkungan kerja yang dapat memberikan keamanan serta kenyamanan kepada karyawan dalam melakukan pekerjaanya. Apabila perusahaan menghendaki setiap karyawannya dapat menunjukan kinerja yang optimal, maka beberapa persyaratan lingkungan kerja yang telah diuraikan diatas harus terpenuhi.
2.1.2.3 Jenis lingkungan kerja
            Ketidaknyamanan saat bekerja merupakan kondisi yang sangat tidak baik bagi tenaga kerja dalam beraktivitas, karena pekerja akan melakukan aktivitasnya yang kurang optimal dan akan menyebabkan lingkungan kerja yang tidak bersemangat dan membosankan, sebaliknya apabila kenyamanan kerja tercipta saat pekerja melakukan aktivitasnya maka pekerja akan melakukan aktivitasnya dengan optimal, dikarenakan kondisi lingkungan pekerjaan yang sangat baik dan mendukung serta akan memberikan kepuasan kerja tersendiri bagi karyawan. Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
a. Lingkungan kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
  1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)
  2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

2.1.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih  banyak dan tidak mendukung rancangan sistem kerja yang efisien.
Menurut Agus Ahyari ( 2000:129 ) membagi lingkungan kerja kedalam tiga bagian yaitu :
1. Pelayanan karyawan
a. Pelayanan makanan
b. Pelayanan kesehatan
c. Penyediaan kamar mandi dan kamar kecil
2. Kondisi kerja , meliputi :
a. Penerangan
b. Suhu udara
c. Suara bising
d. Penggunaan warna
e. Ruang gerak yang diperlukan
f. Keamanan kerja
3. Hubungan karyawan
2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Pengertian kinerja
            Sumber daya manusia sagat penting bagi perusahaan atau organisasi dalam mengelola, mengatur, memanfaatkan karyawan sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi potensial, secara nyata. Faktor produksi manusia bukan hanya bekerja secara fisik saja akan tetapi juga bekerja secara fikir. Optimalisasi sumber daya manusia menjadi titik sentral perhatian organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga dapat dikatakan sumber daya manusia adalah sumber yang sangat penting atau faktor kunci untuk mendapakan kinerja yang baik. Menurut Hasibuan (2002:160) kinerja adalah merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Berdasarkan paparan diatas kinerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu menurut standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kinerja karyawan adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara berencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan (Mangkuprawira dan Hubeis (2007:153)). Kinerja menurut Faustino Cardosa Gomes (2003:195) kinerja karyawan sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Kinerja menurut Simamora (1997:339) bahwa untuk mencapai agar organisasi berfungsi secara efektif dan sesuai dengan sasaran organisasi, maka organisasi harus memiliki kinerja karyawan yang baik yaitu dengan melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara yang handal. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2006:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:378), adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu organisasi agar tercapai tujuan yang diiginkan suatu organisasi dan meminimalisir kerugian.

2.1.3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja
            Menurut Handoko (2001:193), yaitu faktor-faktor kinerja juga dipengaruhi oleh motivasi, kepuasan kerja, tingkat sistem, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, komitmen terhadap organisasi dan aspek-aspek ekonomis, teknis serta keperilakuan lainnya. Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad 2001:49) menyatakan ada dua macam faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:
1. Faktor Individual
Faktor individual yaitu faktor-faktor yang meliputi sikap, sifat kepribadian, sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, serta faktor individual lainnya.
2. Faktor Situasional
a. Faktor fisik pekerjaan, meliputi: metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penentuan ruang, dan lingkungan fisik (penyinaran dan ventilasi).
b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi peraturan organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Menurut Siagian (2010:12) bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh gaji, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja (motivation), disiplin kerja, kepuasan kerja, motivasi. Menurut Bernardin (2003:260) bahwa kinerja dapat dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal sebagai berikut:
1. Kualitas kerja, diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas, diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya.
3. Waktu produksi, diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output.
4. Efektivitas, diukur dari persepsi karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian tugas dibebankan organisasi.
5. Kemandirian, tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain, diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya.
6. Komitmen kerja, tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

2.1.3.3 Indikator – indikator kinerja karyawan
Indikator kinerja karyawan menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:378) adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Kuantitas yang diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya.
2. Kualitas
Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, disiplin, dedikasi. Tingkat dimana hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas, maupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan karyawan.
3. Kehandalan
Kehandalan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang disyaratkan dengan supervisi minimum.

4. Kehadiran
Kehadiran adalah keyakinan akan masuk kerja setiap hari dan sesuai dengan jam kerja.
5. Kemampuan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
2.2  Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah :
1.   Penelitian yang dilakukan oleh Syamsuddinor (2014) yang berjudul “Pengaruh Pemberian Insentif Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Ben Line Agencies (BLA) Banjarmasin. Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebelumnya adalah ingin memperoleh gambaran mengenai pemberian insentif pada karyawan PT Ben Line Agencies Banjarmasin, serta ingin mengetahui pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari variable – variable penelitian yaitu insentif, disiplin kerja, dan kinerja karyawan. Hasil dari penelitian sebelumnya adalah insentif dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT Ben Line Agencies Banjarmasin. Adapun persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan sekarang adalah sama sama menggunakan 2 variabel terikat dan 1 variabel bebas dengan menggunakan metode analisis linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan variable disiplin kerja sedangkan penelitian sekarang menggunakan variable lingkungan kerja.
2.   Penelitian yang dilakukan oleh Suprayitno dan Sukir (2007) yang berjudul “Pengaruh Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan  Pada DPU – LLAJ Karanganyar. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian sebelumnya adalah untuk menganalisis signifikansi pengaruh disiplin kerja , lingkungan kerja, dan motivasi kerja secara parsial maupun simultan terhadap kinerja karyawan Sub Dinas Kebersihan dan Tata Kota DPU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar, dan untuk menganalisis variabel - variabel bebas yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan Sub Dinas Kebersihan dan Tata Kota DPU – LLAJ Kabupaten karanganyar. Adapun hasil dari penelitian sebelumnya adalah  variabel disiplin kerja, lingkungan kerja, dan motivasi kerja secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dan variabel disiplin kerja mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja karyawan. Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan sekarang adalah sama sama menggunakan lingkungan kerja sebagai variabel bebas dan kinerja karyawan sebagai variabel terikat. Sedangkan perbedaannya adalah lokasi penelitian yang berbeda, pada penelitian sebelumnya dilakukan di DPU – LLAJ Kabupaten Karanganyar sedangkan penelitian sekarang dilakukan di PT Elaf Kinda.
2.3  Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto (2006:71)). Suatu hipotesis akan diterima apabila data yang dikumpulkan mendukung pernyataan. Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenarannya. Jadi hipotesis merupakan jawaban sementara pernyataan-pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan masalah. Dalam kaitannya dengan pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT Elaf Kinda, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Bahwa terdapat pengaruh secara parsial yang positif dan signifikan dari insentif terhadap kinerja karyawan PT. Elaf Kinda.
H2: Bahwa terdapat pengaruh secara parsial yang positif dan signifikan dari lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Elaf Kinda
H3: Bahwa terdapat pengaruh secara simultan yang positif dan signifikan dari insentif dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT Elaf Kinda.



No comments:

Post a Comment